Tulisan kali ini dibuat karena beberapa alasan utama.
1. dalam rangka memperingati Hari Gizi dan Makanan Nasional pada tanggal 25 Januari lalu
2. sebagai ibu rumah tangga yang juga tengah bekerja dan menjalani perantauan bersama keluarga kecil di Benua Eropa, tentu memenuhi kebutuhan pangan menjadi prioritas. Apalagi kondisi cuaca yang sangat mudah berubah sangat rentan membuat tubuh jadi mudah sakit. Kondisi yang jauh dari tanah air juga sering membuat kami rindu masakan khas nusantara misalnya dendeng lado ijo, pempek, otak-otak, sate padang, dan martabak manis. Intinya keadaan yang mendesak seperti itu membuat saya termotivasi untuk jadi pahlawan (minimal) di dapur sendiri. Saya tertantang untuk bisa menyiapkan masakan yang lezat, sehat, sekaligus dapat mengobati kerinduan akan makanan khas Indonesia. Karena kalau terlalu sering jajan di restoran Indonesia di Belanda, yang harganya lumayan menguras kantong, maka kondisi moneter keluarga bisa terancam.
Maka, berdasarkan kedua alasan tersebut, saya ingin berbagi trik agar dapat memenuhi permintaan keluarga (kadang juga teman dan seringnya sih saya sendiri) di tengah kondisi yang menjepit.
1. Beranikan diri untuk memasak, dimulai dari makanan kesukaan sendiri atau kesukaan suami/ orang terdekat. Saya sendiri memulai eksperimen memasak dengan intensif setelah menikah. Eksperimen sebelum menikah saya anggap 80% lebih banyak gagal daripada berhasil. Tapi karena masih single, jadi itu bukan masalah besar.
Misalkan, suami saya suka sate padang, saya penyuka jajanan khas Bandung dan makanan pedas. So, saya mulai berani mencoba membuat masakan tersebut.
Bisa juga dimulai dari memasak makanan kesukaan yang sederhana. Misalnya, nasi goreng, sop, atau semur ayam. Semuanya bisa diperbaiki dengan mudah jikalau rasanya agak kurang sesuai ekspektasi.
2. Mengikuti komunitas memasak, bertanya pada seseorang yang masakannya cocok di lidah kita, dan mengikuti akun media sosial yang suka berbagi resep karya masakannya. Itu semua adalah cara saya mendapatkan resep andalan. Kadang-kadang, satu masakan ada beberapa versi resep. Maka saya coba semua resep dimulai dari yang paling sederhana atau yang ada bahannya di rumah. Nah, nanti kita akan tau sendiri resep mana yang paling pas di lidah keluarga.
Komunitas memasak dan akun yang saya ikuti ada yang di laman facebook, ada yang di instagram.
Facebook: langsung enak, NCC
instagram: icha.irawan, doyancooking, doyanbaking, ayudiahrespatih, xanderskitchen, dan kawan-kawan saya yang jago masak sering saya todong resepnya. hehe.
3. Membuat list masakan dan buku resep andalan keluarga. Meskipun saat ini kita hidup di era digital yang hampir semua resep mudah tersimpan di gawai, tapi kadang-kadang kerusakan tidak bisa dielakkan. Maka, sistem tradisional ala nenek kita jaman dahulu dalam membuat buku resep keluarga, menjadi sangat memudahkan untuk membuka resep dan langsung mempraktekannya tanpa khawatir ia akan mati atau hilang.
4. Membuat stok masakan dan bumbu dasar untuk beberapa bulan. Saya sering membuat stok bumbu dapur yang ditumis dan bisa disimpan dalam kulkas sampai 3 bulan. Untuk saya yang hidup di negara 4 musim, artinya tiap pergantian musim saya menginvenstasikan waktu 3 jam untuk menghemat waktu 3 bulan ke depan. Sangat efisien.
Stok bumbu yang saya rekomendasikan adalah: bumbu dasar putih, kuning, dan merah. Bumbu dasar merah bisa diganti dengan tumisan cabai merah dan tomat. Bumbu dasar putih adalah yang (untuk saya) paling sering digunakan, jad stoknya harus paling banyak. Resep bumbu dasar itu saya dapat dari Rudi Khoirudin (bisa dicari di google).
Selain praktis dan hemat waktu, bumbu yang disimpan itu (asalkan tidak basi) bisa membuat rasa masakan lebih mantap.
5. Membuat komunitas dengan sesama mamah muda untuk saling belajar memasak dan bertukar resep. Selain menjadi ajang silaturahmi dan me time ala perempuan, belajar masak dan mempraktekannya bersama ini memberi kebahagiaan tersendiri. Yang pasti para suami juga nantinya akan mendapatkan efek positifnya. Perut kenyang, hati senang.
6. Kalau ada kesempatan bersilaturahmi, atau acara potluck party, usahakan membuat masakan andalan. Masakan andalan tidak perlu yang heboh, menghabiskan waktu, tenaga, dan biaya. Yang penting kita PD dan tulus. Insyaallah makanan kita akan laku keras dan siapa tahu jadi pintu rejeki buat kita (baca: ada yang pesen dalam jumlah besar. heheh).
7. Terus menerus belajar dan jangan pedulikan omongan yang membuatmu tidak PD untuk bereksplorasi. Percayalah, memiliki koleksi lengkap bumbu masak yang tersusun rapi di rak dapur adalah kebahagiaan hakiki mamah muda masa kini. Plus, semakin sering praktek, maka isi buku resep akan berpindah ke kepala, lidah, dan tangan kita.
Saat ini saya masih jauh dari jago masak. Saya masih berpetualang di rasa yang pas di lidah saya saja atau makanan yang saya suka saja. Tapi itu proses yang saya nikmati, karena saya tidak mengejar target yang wow dalam hal ini. Motivasi saya sangat sederhana, yaitu anak dan suami saya doyan masakan saya. Itu aja.
Motivasi lain, karena saya belajar Teknologi Pangan, masak saya gabisa masak sih. Pasti seru kalau saya bisa menganalisi fakta ilmiah di balik setiap komposisi dan proses memasak. Saya juga belajar bahwa makanan yang paling baik nutrisinya itu sebenarnya yang dibuat langsung dari rumah.
Anyway, meskipun memasak itu bukan untuk perempuan atau laki-laki saja, nggak ada salahnya membahagiakan keluarga dengan makanan yang enak dan sehat.
Sebab ketahanan pangan suatu bangsa dimulai dari keluarga. (nyambung gak?)
Regards,
Yosay Aulia