Friday 30 November 2012

2 novel lagi

karya Tere Liye, salah satu penulis favorit saya.

Ayahku Bukan Pembohong



dan 
Rembulan Tenggelam di Wajahmu



Kedua novel ini, jujur, mempengaruhi kehidupan saya di Tanah Eropa ini. Terutama mengenai etika. Saya kembali diingatkan bahwa berbagai karya sastra-- baik tulisan, lagu, novel, atau puisi-- selalu bisa menjadi media pendidikan yang menarik dan mengena. Tajam tanpa melukai, bermakna tanpa menggurui. Lembut.


Novel pertama bercerita tentang seorang ayah yang mendidik anaknya melalui cerita dan dongeng - yang dianggap terlalu utopis dan imaginer - namun sarat dengan nilai etika. Dongeng sang ayah yang di kemudian hari - ketika si anak beranjak dewasa dan mulai berpikir kritis- dianggap bohong itu, ternyata memberikan efek luar biasa bagi kepribadian dan karakter anak itu. Si anak tumbuh menjadi anak yang bertanggung jawab, dapat dipercaya, kreatif, dan berhati lembut. Novel ini juga menceritakan kehidupan si anak mulai dari pertengakaran usia sekolah dasar, kompetisi berenang, kasih sayang dnegan seorang ibu, dan ketika dia mulai jatuh cinta dengan seorang gadis.

Hal yang menarik bagi saya, yang seorang perempuan dan penikmat novel adalah karakterisasi anak tersebut melalui dua percakapan berikut ini : (kurang lebih ya, saya lupa tepatnya)

"Hanya Dam yang menyengir ketika disikut oleh kawannya, tersenyum ketika diselak dalam antrian, dan mempersilakan perempuan ..."

dan

"ibu lupa, ibu wanita nomor satu di dunia"

Terasa ya, bagaimana indahnya kepribadian anak bernama Dam itu. Praktis, novel ini mengajarkan saya bagaimana menjadi orang tua nantinya dan bagaiman beretika kepada sesama. Saya berjanji pada diri saya sendiri untuk selalu mendongengkan kisah-kisah penuh etika kepada anak saya kelak seperti ayah saya mendidik saya, semoga Allah mengingatkan saya.


Novel kedua bercerita tentang kehidupan seorang pemuda yang dianggapnya selalu sial dan tidak pernah bahagia. Ia selalu menyalahkan keadaannya yang dianggap sial itu. Padahal ternyata keadaan itu diciptakan Allah untuk suatu alasan yang selalu baik, namun pemuda itu tidak pernah mengetahuinya.

Hal menarik dari novel ini adalah ketika pemuda itu bertemu dengan perempuan gigi kelinci, yang kelak menjadi istrinya. Perempuan itu selalu berkata,

"... Tapi aku tidak butuh itu (berlian), asalkan kau ridho denganku, dengan masakanku, itu sudah cukup bagiku" sambil mencubit perut suaminya.

Manis dan indah.

Bagi saya, kedua novel itu sangat menginspirasi saya sebagai perempuan. Di sini, identitas saya sebagai seorang muslimah sangat disoroti, maka etika saya akan sangat diperhatikan. Hal lain adalah, saya kemudian belajar meningkatkan kapasitas diri saya sebagai seorang istri dan ibu kelak. Mendukung suami, keterampilan rumah tangga, bersabar dan qanaah, serta memiliki cinta yang besar dalam mendidik anak-anak.

Tulisan ini adalah manifestasi terhadap kerinduan membaca novel, yang belum terpenuhi akibat jadwal akademik yang padat. Tapi saya menikmati itu, selalu ada banyak hal yang bisa disyukuri.

Terima kasih,Allah :) untuk kesempatan membaca novel tersebut, dan kesempatan mengaplikasikannya di sini.

Regards,

@yosay_aulia


No comments:

Post a Comment