setelah sekian lama tidak menulis blog. Hey, world ! how are you ?!!
sedikit cerita dan curhat, ini semua gara2 TA. Haha. jadi nyalahin TA bgini. Emang saya TA tentang apa ? Ntar aja deh, di postingan yang lain. Sekarang saya mau cerita tentang Jakarta.
Tiba-tiba saya terinspirasi untuk menulis tentang Jakarta, meskipun tidak banyak, karena seharian ini saya keliling Ibukota ini bersama teman saya dalam rangka fund raising. Lumayan, refreshing sedikit dari TA. hehe.
Lalu, apa yang terlintas tentang Jakarta ?
BIG NO NO city for me ! Saya memang bukan tipe orang Jakarta yang rela meracuni paru-paru atau menambah populasi jerawat di wajah dengan debi dan timbal dari kendaraan bermotor yang bejibun. Saya juga bukan tipe orang yang rela menghabiskan waktu menua di jalanan yang macet, penuh angkot semrawut, dan sering ada demo yang bikin semakin macet. Saya juga bukan tipe orang yang rela menghabiskan budget untuk transportasi akibat macet atau harus gonta ganti angkutan umum. haha. NO NO NO. Cukup saya saja yang menjadi anak korban kurang waktu bersama orang tua (haha lebay pisan) akibat mencari nafkah di Jakarta. Saya mau hidup dan bekerja dengan tenang tanpa bermacet2 dan disuguhi aroma campuran debu plus asap kendaraan, supaya keluarga saya tetap mendapati saya dalam keadaan segar di rumah. hihii...
EVERYTHING'S HERE. Yap. Tidak bisa saya pungkiri bahwa perputaran uang, pusat pendidikan berkualitas, pelayanan kesehatan terpadu. pusat hiburan, pusat perbelanjaan aneka kebutuhan, pembangunan, selebritas, politisi, hingga pencopet, pasar ikan, bahkan fenomena penyewaan mukena semua ada di Jakarta. Tumplek blek jadi satu di kota berpenduduk 10 juta jiwa dengan luas area hanya .... hektar. kombinasi yang menghasilkan kota padat, kompleks, dan kejam (kalo kata saya mah). Ada gula ada semut, kira-kira begitulah fenomena yang terjadi. Semua lapisan masyarakat, dengan berbagai kebutuhan dan motif dari daerah asalnya masing-masing mewarnai kota Jakarta, Batavia masa kini. Saya, sebagai seorang mahasiswi di Kota Bandung dan tidak pernah hidup di Jakarta, terkang merasakan keinginan untuk bisa mencicipi kehidupan nan komplit tersebut. Tetapi ketika datang ke Jakarta, lagi lagi alarm dalam diri saya menolak. BIG NO NO for me ! haha. Hmmm,, mungkin sesekali bolehlah jajan-jajan di Jakarta. Tetapi, tetaplah kehidupan nyaman saya ada di Jogja dan Bandung.
PARADOX CITY. Ada banyak pembnagunan rumah, tetapi tuna wisma bertebaran. Pusat perekonomian, tetapi gelandangan menghiasi jalanan. Mall berkoloni, tetapi daya beli masyarakat menurun. Mobil selalu diperoduksi,tetapi kenaikan harga pertamax menjadi momok utama. Apa yang salah ? Tanya Kenapa ?
No comments:
Post a Comment