“sabarnya dirimu..” Begitu kata teman-temannya. Perempuan itu hanya mengangguk, menunduk, tersenyum. Tapi tidak ada seorang pun yang tahu, apa arti anggukannya; ia mengamini semoga ia diberi kesabaran lebih. Tidak ada juga yang tahu apa yang dipikirkan ketika ia menunduk; ia menyelami dirinya, mengingat hal perih yang tentu sulit dilupakannya. Dan senyumannya, ah mungkin ia sedang bersembunyi bersama kepedihan hatinya di balik senyumannya. Meski getir.
Saya sendiri tidak tahu, terbuat dari apakah hatinya. Saya tahu ia selalu menyembunyikan kegetiran hatinya—hati yang terlalu lembut dan halus untuk disakiti namun ketegarannya tak diragukan—ia selalu tersenyum dan berkata “Gak papa, semua baik-baik saja”. Namun saya yakin ia sedang bersembunyi bersama kegetirannya, di balik senyumannya.
Saya sendiri tidak habis pikir, dia adalah perempuan ramah, ceria, dan cerewet. Dia selalu punya kisah untuk dibagi, cerita konyol untuk memeriahkan suasana, selalu melakukan hal bodoh yang ditertawakan bersama, bahkan jahil dan tertawa melihat kejengkelan korban kejahilannya. Dia tidak pernah kesepian. Dia selalu punya sahabat untuk berbagi cerita. Meski sanguin, dia adalah perempuan hangat, berhati lembut dan sangat perasa yang mudah berempati dan peduli dengan kesulitan orang lain; terutama keluarga, sahabat, dan orang terdekatnya; termasuk seseorang di hatinya. Sifat tersebut mungkin diperoleh dari pendidikan keluarganya yang murni jawa. Menurutku, ia perempuan jawa yang halus dan ramah ; yang saat ini jarang ditemui di kehidupan pertemananku.
Dirinya adalah perempuan yang tulus. Tulus dalam menolong, memberi bantuan, mendukung, dan tulus mencintai. Saya mengenalnya, bahkan mungkin lebih dari dirinya sendiri, ia selalu tulus membuka hatinya; memberikan hadiah persahabatan kepada orang yang dianggapnya akan membuat jiwanya aman. Sebab ia sangat berhati-hati dan sangat perasa, ia tidak mau hatinya tersakiti oleh orang yang hanya ingin memanfaatkan ketulusan hatinya.
Saya yakin bahwa sikapnya yang menyenangkan, keputusannya yang arif, serta mimpi dan cita-citanya yang berorientasi semesta tentulah lahir dari hati yang bersih dan wawasan yang luas. Mengenai hati, jangan ditanya. Dia adalah sahabat saya yang paling sabar dan tulus. Cintanya tulus, meskipun banyak orang menyakitinya. Ia hanya terhenyak, kamudian tersenyum. Tapi saya sering melihatnya menangis dalam doanya usai shalat. Selalu begitu. Ia selalu menumpahkan tangisnya dalam shalat, sujud panjang, dan doa kepada Tuhannya. Sebab ia yakin, bahwa Tuhan adalah sebaik-baik sumber kekuatan. Bila ditanya kenapa, ia hanya menceritakan sekedarnya. Kemudian kami hanya berkata “sabarnya dirimu”. Dan ia hanya mengangguk, menunduk, dan tersenyum.
Hal yang paling saya soroti dalam kehidupannya adalah ketulusan cintanya. Ia tetap tulus mencintai, mendukung, mendoakan orang yang ia cintai. Padahal seringkali saya menahan amarah; sebab laki-laki itu begitu bebalnya untuk memahami ketulusan hati sahabat saya. Menurut saya, dia adalah laki-laki yang bodoh. Seringkali ia menyia-nyiakan ketulusan hati sahabat saya. Sahabat saya adalah perempuan baik-baik, shalihah, dan tulus. Semua orang juga tahu, bahwa selain kebaikan hati, sahabat saya juga dianugerahi sifat yang menyenangkan, akal yang cerdas, serta wajah yang manis. Ia juga berasal dari keluarga baik-baik dan berkecukupan. Bahkan ia mulai mandiri secara ekonomi. Sahabat saya adalah profil sempurna istri idaman. Bila Rasulullah mensyaratkan empat perkara untuk memilih calon istri, sahabat saya telah memenuhinya. Tetapi lelaki itu seringkali menyakiti hati sahabt saya; bukan dengan sikap kasarnya, ucapan semena-mena, atau bentuk aniaya lainnya. Lelaki itu secara tidak langsung, menzhalimi sahabat saya dengan sikapnya yang tidak kunjung memberikan kepastian.
No comments:
Post a Comment